Manfaat Kulit Udang Terhadap Limbah Industri

Sampai saat ini industri tekstil masih merupakan tulang punggung ekspor nasional. Walaupun nilai ekspor tekstil setelah krisis moneter sempat mengalami penurunan, tetapi memasuki tahun 2000 sedikit demi sedikit terjadi peningkatan, baik dalam bentuk kain maupun bentuk jadi seperti garment. Namun bangkitnya industri tekstil ini juga membawa dampak negatif terhadap kualitas lingkungan karena sangat disadari bahwa setiap proses produksi suatu industri pasti akan menghasilkan limbah.

Industri tekstil, dimana pada prosesnya membutuhkan jumlah air yang cukup banyak sebagai media pelarut bahan pewarna dan zat kimia lainnya, di samping untuk mencuci produk akhir tekstil. Dari proses ini, tidak dapat dihindari akan dihasilkan limbah cair yang cukup banyak yang mengandung bahan pencemar.

Limbah cair tekstil umumnya bersifat asam atau alkali dengan bahan organik tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), lemak, dan minyak. Limbah cair tekstil juga mengandung sisa-sisa bahan pewarna seperti fenol dan juga logam berat seperti Cr, Br, Fe, Mn, Cu, dan Cd. Oleh karena itu,, untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap lingkungan diperlukan proses pengolahan terhadap limbah ini sebelum dilakukan pembuangan.

Pengolahan limbah tekstil pada umumnya menggunakan prinsip koagulasi dan flokulasi. Sebagai bahan koagulasi dan flokulasi banyak dipakai bahan kimia seperti ferri sulfat, selulosa, protein dan senyawa polimer lainnya. Meskipun penggunaan bahan-bahan kimia dalam proses pengolahan limbah dapat meningkatkan kualitas limbah, yaitu dengan cara menghilangkan atau mengurangi polutan, tetapi penggunaan bahan kimia ini juga akan menghasilkan permasalahan baru terhadap lingkungan yaitu membentuk limbah hasil pengolahan. Untuk itu, perlu dicari alternatif koagulasi dan flokulasi lain yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan kimia pada proses pengolahan limbah industri tekstil tersebut.

 

Untuk menghilangkan bahan pencemar perairan tersebut hingga kini masih terus dikembangkan. Penggunaan biomaterial merupakan salah satu teknologi yang dapat dipertimbangkan, mengingat meterialnya mudah didapatkan dan membutuhkan biaya yang realtif murah sebagai bahan penyerap senyawa beracun dalam air limbah.





Limbah udang yang berupa kulit, kepala, dan ekor dengan mudah didapatkan mengandung senyawa kimia berupa khitin dan khitosan. Senyawa ini dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri. Hal ini dimungkinkan karena senyawa khitin dan khitosan mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berpungsi sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah.

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood).

 

UDANG

Udang merupakan anggota filum Arthropoda, sub filum Mandibulata dan tergolong dalam kelas Crustacea. Seluruh tubuh terdiri dari ruas ruas yang terbungkus oleh kerangka luar atau eksoskeleton dari zat tanduk atau kitin dan diperkuat oleh bahan kapur kalsium karbonat. Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal dari kepala, kulit dan ekornya. Kulit udang mengandung protein (25%- 40%), kitin (15%-20%) dan kalsium karbonat (45%-50%)

Saat ini budidaya udang telah berkembang dengan pesat sehingga udang dijadikan komoditas ekspor non migas yang dapat dihandalkan dan merupakan biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk beku yang telah dibuang kepala, ekor dan kulitnya. Limbah udang dapat dimanfaatkan menjadi senyawa Chitosan. Namun sampai saat ini limbah tersebut belum diolah dan dimanfaatkan secara maksimal sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau dan estetika lingkungan yang buruk.

 

Chitosan dan Isolasi Chitin

Chitosan merupakan salah satu bahan kimia yang dapat digunakan untuk proses pengolahan limbah tekstil. Dengan struktur polimer yang dimilikinya, yaitu 2-amino-2-deoksi-D-glukosa, chitosan mengandung gugus amino bebas dalam rantai kabonnya dan bermuatan positif sehingga menyebabkan molekul tersebut bersifat resisten terhadap stress mekanik. Gugus amino bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan bagi chitosan.

Chitosan dibentuk dari bahan baku chitin melalui proses deasetilasi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer chitin, semakin kuat interaksi ikatan hidrogen dan ion dari chitosan. Sehingga chitosan bermuatan positif, berlawanan dengan polisakarida alam lainnya. Sedangkan chitin merupakan bahan yang dapat diperoleh dari proses pengolahan limbah industri perikanan, seperti kulit udang, kulit dan kepala kepiting, dan lain lain.

 

 

Isolasi chitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi chitin menjadi chitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi. Kandungan chitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan dengan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan chitin pada limbah kepiting mencapai 50%-60%, sementara limbah udang menghasilkan 42%-57%, sedangkan cumi-cumi dan kerang, masing-masing 40% dan 14%-35%. Namun karena bahan baku yang mudah diperoleh adalah udang, maka proses chitin dan chitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang

 

Dengan adanya sifat-sifat chitin dan chitosan yang dihubungkan dengan gugus amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan chitin chitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah. Karena berperan sebagai penukar ion dan sebagai absorben maka chitin dan chitosan dari limbah udang berpotensi dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan perairan dengan penyerapan yang lebih murah dan bahannya mudah didapat.

 

CARA KERJA

Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Umumnya zat pencemar industri tekstil terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi (forlink, 2000).

Terdapat tiga tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu, tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan cairan. Koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu proses yang umum dilakukan dalam pengolahan limbah cair industri. Koagulasi adalah proses penambahan bahan kimia atau koagulan kedalam air limbah dengan maksud mengurangi daya tolak menolak antar partikel koloid, sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok kecil. Flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok kecil hasil proses kuagulasi menjadi flok-flok berukuran besar sehingga mudah mengendap.

 

Potensi Ekonomi Produksi Kitosan

Menurut BPPT (2004) perhitungan dan kelayakan tekno-ekonomis untuk memproduksi kitosan dengan asumsi umur peralatan 10 tahun adalah sebagai berikut :




- Kapasitas produksi 2 ton kitosan per bulan dan 5 ton kitin per bulan

- Biaya investasi Rp 7,7 milyar

- NPV (Net Present Value) dengan I atau bunga = 20 % = Rp. 3,4 milyar

- IRR (Internal Rate of Return)= 36,70 %

- Payback period minimal = 3,5 tahun

- BEP (Break Event Point) : kapasitas produksi kitin 37 ton/tahun; 2,2 ton kitosan/tahun.

- Biaya produksi rata-rata per kilogram : Rp. 47.950

- Harga jual kitin Rp. 51.000 per kilogram, kitosan Rp. 170.000 per kilogram.




Sedangkan dengan limbah udang yang didapatkan sebesar 298.642,25 ton per tahun maka kitin yang diolah adalah sebesar 170. 226 ton per tahun atau 14.185 ton per bulan. Menurut penelitian rata-rata hasil deasetilasi kitin menjadi kitosan adalah berkisar antara 6,04% dan 11,33% (Hartati, 2002), Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan setiap bulannya antara 856,774 ton sampai 1607,16 ton. Apabila dikonversikan dengan kapasitas produksi peralatan versi BPPT maka akan sama dengan 428,387 sampai dengan 803,58 kali kapasitas produksi peralatan tersebut. Bila kitosan diproduksi secara massal dengan nilai investasi Rp. 7,7 miliar per 2 ton kitosan berarti senilai dengan Rp. 3,298 triliun sampai dengan Rp. 6,187 triliun. Dengan investasi yang sangat besar tersebut akan dihasilkan keuntungan yang berlipat ganda kira-kira sebesar Rp. 104,56 milyar sampai Rp. 196,15 milyar per bulan. Secara logika tanpa menggunakan analisa numerik, dengan peningkatan laba berarti BEP maupun payback period semakin mengecil, balik modal akan semakin cepat.

Bila Indonesia mampu memproduksi kitosan maka dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa harus mengimpor dan tidak menutup kemungkinan dapat memenuhi kebutuhan luar negeri melalui ekspor. Proyek produksi kitosan di Indonesia belum digalakkan secara luas, Produksi kitosan merupakan suatu proyek besar yang harus dibangun secara serius, mengingat keuntungan ekonomis yang diberikan.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
Code:


1) Limbah Udang memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi kitosan karena ketersediaan limbah udang sebagai bahan baku cukup besar dan mudah diolah daripada material lainnya,



2) Dengan gugus amina dan hidroksil yang dimiliki, kitosan memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat yang terdapat dalam limbah cair industri tekstil sebagai sisa dari proses pewarnaan dengan metode penukar ion,



3) Selain sebagai koagulan yang ramah lingkungan, kitosan memberikan nilai lebih dalam usaha produksinya.  Dalam skala industri kitosan mampu memberikan keuntungan ekonomis yang besar. Produksi kitosan secara tidak langsung mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat

 

SUMBER

Bagikan

Comments ()